Tat Twam Asi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Tat Twam Asi
Tat Twam Asi berasal dari ajaran agama Hindu di India. Artinya : “aku adalah engkau, engkau adalah aku”. Filosofi yang termuat dari ajaran ini adalah bagaimana kita bisa
berempati, merasakan apa yang tengah dirasakan oleh orang yang di dekat kita.
Ketika kita menyakiti orang lain, maka diri kita pun tersakiti. Ketika kita mencela
orang lain, maka kita pun tercela. Maka dari itu, bagaimana menghayati perasaan
orang lain, bagaimana mereka berespon akibat dari tingkah laku kita,
demikianlah hendaknya ajaran ini menjadi dasar dalam bertingkah laku.
Di
dalam bahasa Sansekerta, kata ”tat” berasal dari suku kata ”tad” yang berarti
”itu” atau ”dia”. Kata ”tvam’ berasal dari suku kata ”yusmad” yang berarti ”kamu” dan ”asi”
berasal dari urat kata ” as(a) ” yang berarti ”adalah”. Jadi secara sederhana
kata ”Tat
Twam Asi” bisa diartikan ” kamu adalah dia” atau
”dia adalah kamu”. Di dalam Katha Upanisad dinyatakan.
“nityo
nityanam cetanas cetananam
eko bahunam yo vidadhati kaman
tam pitha-gam ye 'nupasyanti dhiras
tesam santih sasvati netaresam”
eko bahunam yo vidadhati kaman
tam pitha-gam ye 'nupasyanti dhiras
tesam santih sasvati netaresam”
Artinya:
“Diantara kepribadian
yang kekal dan yang berkesadaran, ada satu kepribadian yang menyediakan
keperluan dari kepribadian-kepribadian yang lainnya. Orang bijaksana yang
memuja kepribadian yang satu ini, yang bertempat tinggal di alamNya yang rohani
akan mampu mencapai kedamaian sejati sedangkan yang lain, yang tidak memujaNya
tidak akan mencapai kedamaian”.

“mamaivamso jiva-loke
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakrti-sthani karsati”
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakrti-sthani karsati”
Artinya:
“Para
makhluk hidup di dunia material ini merupakan percikan terkecil dari diriku
yang kekal. Disebabkan oleh keterikatan hidup, mereka berjuang keras untuk
menghadapi 6 indria termasuk pikiran”.


“aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah”
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah”
Artinya:
“Aku
adalah sumber dari segala sesuatu baik alam material maupun alam rohani. Segala
sesuatu berasal dari diriKu. Orang bijaksana yang mengetahui ini secara
sempurna menekuni pengabdian suci bhakti dan menyembahKu dengan sepenuh
hatinya”.
Dengan
demikian, ini merupakan tugas dari semua makhluk hidup, khususnya umat manusia
untuk mengabdikan diri kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Singkat kata, arti kedua yang bisa
diambil dari kata tat tvam asi adalah sebagai berikut, “kita semua sebagai
makhluk hidup merupakan milik Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang berkewajiban untuk menyembah
Beliau”. Pengertian yang lain
dari kalimat tat tvam asi adalah berhubungan dengan ”Jiva”, yang nantinya akan
menghubungkan kita dengan hukum karma phala. ”Kamu adalah dia” dan ”dia adalah
kamu” bisa juga diartikan bahwa kita, para jiva, yang merupakan percikan
terkecil dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
atau dengan kata lain sebagai ciptaan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
mempunyai sifat dan hak yang sama antara yang satu dengan yang lain. Karena
itu, ketika kita melakukan suatu karma atau aktivitas, itu akan selalu
berhubungan dengan makhluk lain.
2.2.
Konsep Tat Twam Asi dalam mewujudkan Kreta Jagadhita
Dalam Hindu untuk mewujudkan Kreta
Jagadhita atau menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan perlu didasari atas
konsepsi “Tat Twam Asi” yang mengisyaratkan pentingnya solidaritas dalam
kehidupan bermasyarakat sehingga terbentuk kehidupan masyarakat yang sejahtera.
Dalam kitab Bhagawata Purana: 10.22.35 disebutkan sebagai berikut:
“Adalah kewajiban bagi setiap orang
untuk mendedikasikan (membaktikan) hidupnya, intelejensi (kepandaiannya),
kekayaannya, kata-katanya, dan pekerjaannya bagi kesejahteraan mahluk lain”

Dalam ajaran Kitab suci Veda, agar
terciptanya kehidupan yang Kreta Jagadhita dijelaskan secara gamblang dalam
ajaran “Tat Twam Asi”. Ajaran “Tat Twam Asi” merupakan ajaran sosial tanpa
batas. Saya adalah kamu, dan sebaliknya kamu adalah saya, dan segala makhluk
adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan
menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri (Upadesa, 2002: 42).
Antara saya dan kamu sesungguhnya bersaudara. Hakekat atman yang menjadikan
hidup diantara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Atman yang
menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan percikan terkecil dari Tuhan. Kita
sama-sama makhluk ciptaaan Tuhan. Sesungguhnya filsafat “Tat Twam Asi” ini
mengandung makna yang sangat dalam. Tatwam asi mengajarkan agar kita senantiasa
mengasihi orang lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri
tidak merasa senang disakiti apa bedanya dengan orang lain. Maka dari itu
janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain. Dan sebaliknya bantulah orang
lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena sebenarnya semua tindakan kita
juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan dengnan baik, maka akan
tyerwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan: “Brahma atma aikhyam”,
yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman sama.
2.3.
Implementasi konsep Tat Twam Asi dalam mewujudkan
Kreta Jagadhita

a.
Asas suka duka, artinya dalam suka dan
duka dirasakan bersama-sama.
b.
Asas paras paros, artinya orang
lain adalah bagian dari diri sendiri dan diri sendiri adalah bagian dari orang
lain.
d.
Asas saling asih, saling asah, saling
asuh, artinya saling menyayangi atau mencintai, saling memberi dan mengoreksi,
serta saling tolong menolong antar sesama hidup.
Masyarakat Hindu Bali biasanya menyediakan diri untuk
datang ke rumah atau ke tempat warga masyarakat yang lain yang mempunyai atau
mengadakan suatu kegiatan misalnya upacara, membangun rumah, selamatan dan lain-lain. Aktifitas ini
merupakan pengejawantahan dari asas “Tat
Twam Asi”, yang lebih dikenal dengan nama Metelulung.
Selain itu, ada juga adat mejotan, yaitu memberi
sejenis kue atau makanan atau buah-buahan kepada tetangga atau sahabat-sahabat lainnya ketika
seseorang mengadakan suatu upacara atau selesai mengadakan selamatan tertentu. Dalam
menjaga hubungan baik antara manusia dengan manusia, rasa hormat memanglah
sangat penting untuk diperhatikan. Bagaimana anak muda menghormati yang tua,
dan yang tua menghargai yang muda. Penghormatan dalam masyarakat Bali tidak
didasarkan atas ekonomi atau kekayaan.
Dalam masyarakat Bali, ada tiga kelompok yang dituakan,
disebut Tri Kang Sinanggeh Werda (mahuta), di antaranya sebagai berikut.
a.
Wahya Werda,
mereka yang disebut tua karena usianya.
b.
Jnana
Werda, mereka yang disebut tua karena ketinggian ilmu
pengetahuannya, baik ilmu pengetahuan
keduniawian maupun kerohanian.

c.
Tepo Werda,
mereka yang disebut tua karena telah banyak menimba pengalan hidup.
Ketiga kelompok ini dalam masyarakat adat Bali selalu mendapatkan penghormatan yang sesuai
dengan kekuatan yang dimiliki dan selalu diperhitungkan dalam setiap acara atau
kegiatan sesuai dengan proporsinya masing-masing. Masyarakat Hindu di Bali
meyakini bahwa menjaga hubungan antar sesama manusia merupakan wujud kepercayaan agama hindu dan sebagai jalan untuk mewujudkan keselamatan dan
kedamaian. Semua ini tidak lain agar terciptanya kehidupan yang Kreta Jagadhita.
Sebagai
ilustrasi penerapan ajaran “Tat Twam Asi” yang lain dalam kehidupan sehari-hari
dicontohkan sebagai berikut:
Bila
kita menunjuk orang lain dengan menggunakan jari tangan, ternyata spontanitas
hanya 2 (dua) jari saja menunjuk orang lain, selebihnya 3 (tiga) jari lainnya
menunjuk pada diri kita sendiri. Kesimpulannya perbandingan prosentase menunjuk
orang lain dan menunjuk diri sendiri (40:60 %), lebih besar presentase yang
ditujukan kepada diri sendiri. Berarti bila kita mengatakan orang lain jahat,
sesungguhnya diri kita sendiri jauh lebih jahat dari orang lain yang kita tuduh
berbuat kejahatan. Demikian juga sebaliknya, bila mengatakan baik kepada orang
lain tentu diri kita lebih baik dari mereka. Lebih parah lagi bila menunjuk
dalam keadaan kesal, dongkol, dan emosional tinggi tentu akan menunjuk orang
lain dengan tangan dikepal, maka sepenuhnya (100%) jari tangan menunjuk atau mengalamatkan
apa yang diucapkan itu tertuju pada diri kita sendiri. Pandangan ini
mengkristal dalam upaya membina terwujudnya kerukunan hidup beragama, kehidupan
yang sejahtera (Kreta Jagadhita) yang berlandaskan pada prinsip kebenaran
ajaran “Tat Ttwam Asi. Oleh karena itu, tidak alasan untuk menjelek-jelekkan
atau menyakiti orang lain. Maka dari itu berbuat baiklah kepada orang lain atau
agama lain, bahkan kepada semua makhluk hidup lainnya di muka bumi ini, tanpa
terkecuali.

Tattwam asi merupakan kata kunci untuk dapat membina
agar terjalinnya hubungan yang serasi atas dasar “asah, asih, dan asuh” di
antara sesama hidup. Dalam Sarasamuscaya:
317, menyatakan:
“Orang arif bijaksana melihat semuanya sama,
baik kepada brahmana budiman yang rendah hati, maupun terhadap makhluk hidup
lainnya, orang yang hina papa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang
dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti orang sadhu hendaknya
sebagai balasanmu. Janganlah sekali-kali membalas dengan perbuatan jahat, sebab
oprang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakekatnya akan menghancurkan
dirinya sendiri”

Bila
dihayati, keadaan yang beraneka ragam agama akan mewujudkan suatu keindahan.
Berbhineka dalam keesaan (berbeda dalam kesatuan/unity in diversity). Seperti
halnya saebuah taman bunga yang tumbuh di sekeliling taman membuat taman
menjadi indah. Kita sebagai komponen bangsa Indonesia harus menyadarai kondisi
yang demikian. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa keberhasilan dalam
mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia berkat tergalangnya rasa persatuan dan
kesatuan bangsa, sehingga kita mampu mewujudkan kemerdekaan.
Selain
implementasi di atas, contoh yang lain adalah ketika kita melakukan kegiatan yang
saleh terhadap orang lain, seperti memberi sedekah. Karena dia adalah kamu dan
kamu adalah dia, dengan demikian, sekarang dia (salah satu roh) menerima
sedekah dari kamu (yang juga merupakan sang roh), maka suatu hari dia mesti dan
pasti akan memberi sedekah kepadamu. Itu merupakan hukum alam. Sama halnya
sekarang kamu membunuh dia di dalam bentuk seekor binatang, karena sang roh
diuraikan berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meninggal
di dalam proses reinkarnasi, ”dehino smin yatha dehe kaumaram yauvanam jara” ,
maka suatu hari nanti waktu akan mengatur dimana dia akan mendapat badan
manusia dan kamu mendapat badan binatang. Saat itu, giliran dia yang akan
membunuh kamu. Ini merupakan suatu keadilan Tuhan di dalam bentuk hukum alam.
Dengan demikian, ajaran tat tvam asi juga bisa diambil dari segi sosial seperti
contoh diatas. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, maka kita harus
berusaha memperlakukan setiap jiva dengan baik seperti kita memperlakukan diri
kita sendiri. Kalimat “Tat
Twam Asi” dalam arti ini sangat
berhubungan erat dengan istilah Tri Hita Karana, yaitu bagaimana seharusnya
kita, sebagai makhluk sosial, berhubungan dengan lingkungan di sekitar kita
yaitu alam beserta isinya dan menyadari bahwa semuanya adalah ciptaan Tuhan.
Karena itu kita semestinya memelihara ciptaan Tuhan seperti kita memelihara
diri kita sendiri. Dengan
demikian kesejahteraan semua umat akan tercapai dengan diterapkannya konsep
“Tat Twam Asi” ini.

TOP ci ndrokkk
BalasHapusDalam menelusuri berbagai artikel yang ada disini saya menemukan content yang menarik dan berguna bagi saya, blog ini ramai pengunjung seperti situs forum indonesia yang sudah ternama? salam sukses
BalasHapusKepada
BalasHapusSaudara Hendra Novayana
perkenalkan nama saya Nyoman Darmayasa profile lengkap bisa dlihat pada www.nyomandarmayasa.com
Berdasarkan tulisan ini, Nyoman sangat tertarik untuk mengangkat Tat Twam Asi sebagai metode analisis dalam Disertasi Program Doktor Akuntansi di Universitas Brawijaya.
Mohon kesediaannya membantu referensi yang Nyoman butuhkan.
Mohon info alalamt email atau No. HP yang bisa Nyoman hubungi?
Suksma
Nyoman Darmayasa